Logo Kemkes
Berita dan Pembaruan

Digital Maturity Index (DMI)

Indikator Penilaian DMI

04 December 2023 07:00

Kementerian Kesehatan

Digital Maturity Index (DMI) Kementerian Kesehatan adalah alat ukur untuk mengevaluasi tingkat kematangan digital di sektor kesehatan Indonesia. DMI mengukur kemampuan organisasi kesehatan dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan demi kesehatan. Penilaian DMI dilakukan pada dua tingkatan, yaitu makro (nasional hingga dinas kabupaten/kota) dan mikro (fasyankes).

Instrumen penilaian DMI Dinas Kesehatan

Instrumen penilaian mandiri terdiri dari informasi dasar Dinas Kesehatan dan lima domain kematangan digital yaitu domain A : kepemimpinan dan tata kelola, domain B : manajemen dan ketenagaan, domain C : teknologi informasi dan komunikasi, domain D : standar dan interoperabilitas, dan domain E : kualitas dan penggunaan data. Kelima domain tersebut terbagi dalam 14 sub-domain (di dalam instrumen SOCI subdomain ini disebut juga komponen SIMK). Masing-masing sub-domain terdiri dari 2-8 parameter, dengan total terdapat 42 parameter penilaian kematangan digital. 42 parameter ini kemudian diterjemahkan menjadi 42 pertanyaan penting untuk penilaian tingkat kematangan kesehatan digital. Masing- masing pertanyaan memiliki 5-6 alternatif jawaban dimana SOCI digunakan sebagai referensi utama pembuatan pilihan jawaban dan skoring.

DMI menggunakan skala penilaian 0 hingga 5 untuk mengukur tingkat kematangan digital, dengan penjelasan sebagai berikut:

  • Level 0 (Tidak dapat dinilai): Tidak dapat dinilai atau tidak tersedia
  • Level 1 (Jika diperlukan): Kegiatan SMIK, kemampuan, pengalaman, atau pemahaman tentang masalah atau kegiatan SMIK masih terbatas atau baru disadari. Kegiatan SMIK belum menjadi kegiatan rutin organisasi, dan kemampuan fungsional berada pada tahap pengembangan. Keberhasilan SMIK tergantung pada keaktifan seseorang atau sebagian orang di organisasi.
  • Level 2 (Pengulangan): Kegiatan SMIK dasar sudah tersedia, namun hanya berdasarkan aktivitas sebelumnya dan sudah dapat diakses. Kebutuhan untuk pengelolaan SMIK sesuai standar dan kemampuan fungsional dari SMIK sudah diketahui organisasi. Kegiatan SMIK dan upayanya sudah mulai masuk dalam kegiatan organisasi saat ini. 
  • 3 (Terdefinisi): Kegiatan SMIK dan pedoman pengelolaan SMIK tersedia yang disetujui dan disesuaikan dengan rencana strategis organisasi. Terjadi peningkatan kolaborasi antarprogram kesehatan dan berbagi pakai data data rutin kesehatan. Metode dan sistem informasi inovatif mulai diimplementasikan dan digunakan untuk mengelola data dan informasi kesehatan, serta memperluas kemampuan fungsional dari SMIK untuk berbagai tujuan strategis.
  • 4 (Terkelola): Kegiatan SMIK menjadi kegiatan formal di organisasi, dengan menerapkan panduan SMIK yang telah ditetapkan. Kebutuhan untuk mencapai tujuan utama SMIK telah diidentifikasi dan ada proses umpan balik untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan SMIK tersebut. Langkah-langkah rinci untuk penguatan SMIK (proses dan output) masih terus didiskusikan.
  • 5 (Teroptimalkan): Kegiatan SMIK sudah mencapai praktik terbaik yang mampu untuk beradaptasi dengan perubahan transformasi digital. Kegiatan SMIK dilakukan secara berkesinambungan, digunakan, dipantau untuk mempertahankan kualitas data dan informasi kesehatan. Tantangan masa depan diantisipasi, dan ada rencana untuk mengatasinya melalui inovasi dan teknologi baru. Terjadi proses untuk mengkolaborasikan inovasi yang relevan.

Instrumen Penilaian DMI Rumah Sakit

Instrumen penilaian digital maturitas di tingkat rumah sakit dikembangkan dengan mengadopsi beberapa referensi seperti hospital information system maturity model (HISMM) yang terdiri dari 7 komponen diantaranya komponen I : sistem informasi dan infrastruktur TIK, komponen II : standar dan interoperabilitas, komponen III : manajemen dan tata kelola, komponen IV : data analytics, komponen V : manajemen sumber daya kesehatan, komponen VI : keamanan, privasi dan kerahasiaan data, dan komponen VII : rekam medis elektronik dan patient center care. Ketujuh komponen tersebut terbagi dalam 24 sub-komponen dengan total terdapat 63 parameter penilaian kematangan digital. 63 parameter ini kemudian diterjemahkan menjadi pertanyaan penting untuk penilaian tingkat kematangan kesehatan digital. Terdapat 2 model pertanyaan yaitu pertanyaan dengan satu pilihan jawaban dan pertanyaan ceklis, dimana setiap jawaban memiliki nilai 0-5 yang mengidentifikasikan tingkat kematangan digital rumah sakit. Beberapa pertanyaan ceklis dari komponen VII digunakan untuk pendalaman pengukuran tingkat adopsi rekam medis elektronik menggunakan skala 0-7. 

DMI menggunakan skala penilaian 0 hingga 5 untuk mengukur tingkat kematangan digital rumah sakit, dengan penjelasan sebagai berikut:

  • Level 0: Organisasi belum melakukan penilaian kematangan digital.
  • Level 1 (Ad hoc dan Fragmentasi): Organisasi tidak memiliki kapasitas pelayanan berbasis sistem informasi, atau sistem yang tersedia masih bersifat ad hoc dan belum terstruktur.
  • Level 2 (Inisiasi Pondasi): Organisasi memiliki roadmap sistem informasi, tetapi belum sistematis. Belum ada protokol pengawasan dan pengukuran kinerja sistem yang berkelanjutan.
  • Level 3 (Terbentuk dan Otoritas): Organisasi memiliki roadmap yang jelas terkait struktur dan fungsi sistem informasi, terdapat mekanisme pengawasan terhadap proses implementasi sistem informasi untuk, peningkatan kualitas teknologi digital dan dilakukan evaluasi sistem informasi rumah sakit secara sistematis.
  • Level 4 (Terkelola Kolaborasi): Organisasi telah menggunakan sistem informasi sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, serta terdapat kolaborasi antar unit dalam pemanfaatan sistem.
  • Level 5 (Optimal Terintegrasi): Organisasi secara berkesinambungan melakukan peningkatan dan pemantauan kualitas penggunaan teknologi digital kesehatan. 

Adapun skala penilaian Instrumen ceklis untuk pendalaman pengukuran indikator kematangan Rekam Medis Elektronik berdasarkan dimensi tingkat adopsi rekam medis elektronik (HISMM) diadaptasikan dari 5 skala menjadi 7 skala penilaian, dengan ketentuan :

  • Tingkat adopsi RME 0: RME belum dijalankan di fasilitas pelayanan kesehatan
  • Tingkat adopsi RME 1: RME baru yang mencakup sistem pendaftaran dan admisi pasien
  • Tingkat adopsi RME 2: RME mencakup sebagian menunjang medis seperti pengkajian pasien, resep elektronik, ringkasan pasien pulang, dan hasil pemeriksaan penunjang medis 
  • Tingkat adopsi RME 3: RME mencakup sistem farmasi sampai pada pemberian obat kepada pasien, penggunaan standar terminology (diagnosis, prosedur, pemeriksaan penunjang).
  • Tingkat adopsi RME 4: Sistem Order Entry termasuk mencakup permintaan pemeriksaan penunjang, tersedia LIS, interpretasi Radiologi secara elektronik dan sudah mengakomodasi standar interoperabilitas.
  • Tingkat adopsi RME 5: RME mampu mengakomodasi dokumentasi keperawatan, sistem pendukung keputusan klinis sederhana. 
  • Tingkat adopsi RME 6: PACS di bagian radiologi, dan rekonsiliasi obat, Sistem pendukung keputusan klinis yang lebih kompleks dan fasilitas untuk pendukung personal health records
  • Tingkat adopsi RME 7: sistem PACS lengkap mencakup di luar instalasi Radiologi, tersedia dokumentasi klinis sampai level sub-spesialisasi, dan kemampuan analitik yang lebih kompleks (AI, Big Data)

Instrumen Penilaian DMI Layanan Primer 

Instrumen penilaian kematangan digital untuk layanan primer terdiri dari 3 komponen diantaranya komponen I : kesiapan organisasi, komponen II : kemampuan teknologi digital dan komponen III : ketersediaan infrastruktur. Ketiga komponen tersebut terbagi menjadi 21 sub-komponen dengan total 38 parameter. Sama seperti rumah sakit, dalam penilaian kematangan digital layanan primer terdapat 2 model pertanyaan diantaranya satu pilihan jawaban dan pertanyaan ceklis. Instrumen penilaian kematangan digital menggunakan skala penilaian antara 1-5 dengan deskripsi yang berbeda. Skala penilaian NHS dan deskripsinya diadopsi dalam penyusunan instrumen penilaian kematangan digital tingkat layanan primer. Penilaian DMI dengan 5 skala penilaian selaras dengan penilaian kematangan digital tingkat sub-nasional (makro) dan rumah sakit yang juga diadaptasi di Indonesia. Penghitungan tingkat adopsi rekam medis elektronik (Tingkat Adopsi RME) dihitung dari 9 pertanyaan ceklis (Ya/Tidak) yang diambil dari pertanyaan pada komponen II. 

Penghitungan level kematangan digital (Level DMI) dilakukan dengan menghitung rerata dari pertanyaan atau parameter dengan nilai masing-masing antara 0 sampai 5. Interpretasinya sebagai berikut : 

  • Level 0 (Tidak tersedia): Belum ada inisiatif penggunaan teknologi digital di layanan primer
  • Level 1 (Inisiasi): Teknologi digital digunakan hanya sesuai kebutuhan (reaktif), tidak terkontrol (hanya sebagai pengguna sistem dari pusat), tidak dapat memperkirakan kebutuhan teknologi digital.
  • Level 2 (Dasar): Teknologi digital digunakan atas inisiatif layanan primer untuk mendukung pelayanan pasien dan manajemen organisasi. Pelayanan pasien sudah mulai dilakukan dengan teknologi digital, termasuk penggunaan teknologi digital untuk manajemen (seperti billing atau klaim pelayanan). 
  • Level 3 (Berkembang): Beberapa output penting dapat dihasilkan dengan menggunakan teknologi digital, seperti laporan rutin pelayanan (kunjungan, morbiditas, rujukan) dan informasi untuk kepentingan manajemen (laporan penerimaan, logistik obat dan kefarmasian).
  • Level 4 (Terbentuk): Teknologi digital terkelola dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rutin data dan informasi layanan primer, baik untuk pelayanan pasien, manajemen organisasi dan kebutuhan pihak eksternal (laporan rutin, surveilans penyakit atau lainnya).
  • Level 5 (Transformatif): Penggunaan teknologi digital menjadi budaya organisasi, dimana teknologi digital terkelola dengan baik dan mampu beradaptasi dengan kebutuhan baru (seperti interoperabilitas) dan atau pengembangan inovasi digital di layanan primer (seperti clinical decision support systems, tele-monitoring, IoMT, atau penggunaan artificial intelligence).  

Tingkat adopsi RME ditentukan antara tingkat 0-7, dimana masing-masing pertanyaan sudah dikelompokkan sesuai dengan tingkat adopsi RME. interpretasinya sebagai berikut : 

  • Tingkat adopsi RME 0: Layanan primer hanya mengelola data berbasis kertas tanpa akses online ke data pelayanan primer dan belum menggunakan standar data yang direkomendasikan untuk pencatatan klinis.
  • Tingkat adopsi RME 1: Tenaga medis (dokter dan perawat) memiliki akses menggunakan perangkat desktop/laptop untuk mengakses informasi pasien dan hasil pemeriksaan penunjang medis secara online, namun hanya terbatas dalam mode yang hanya bisa melihat.
  • Tingkat adopsi RME 2: Penggunaan awal dari repositori data klinis (CDR), di mana layanan primer dapat mendokumentasikan hasil dan tes diagnostik dan obat dari manapun pemeriksaan klinis tersebut dihasilkan. Data lain dalam sistem repositori di klinik dapat berupa data demografi pasien, dokumentasi klinik dasar dari pencatatan oleh tenaga perawat dan tenaga lainnya sampai pasien selesai (pulang).
  • Tingkat adopsi RME 3: Pencatatan klinis sudah dilakukan layanan primer pada setiap titik pelayanan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawat pasien. Data digital lain seperti catatan riwayat pengobatan, tanda vital, riwayat penyakit saat ini dan dokumentasi klinis lainnya sudah tersedia. Tenaga medis di layanan primer melakukan pencatatan daftar masalah pasien secara terstruktur ke dalam sistem digital dan membuat  resep elektronik pada pada pelayanan pasien.
  • Tingkat adopsi RME 4: Semua hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dimasukkan secara elektronik ke dalam rekam medis elektronik, yang dapat dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya langsung pada saat pertemuan dengan pasien (encounter). Sistem pendukung keputusan klinis sudah diterapkan yang dapat memberikan reminder, notifikasi, atau lainnya langsung kepada user. Dokter dapat mendokumentasikan catatan klinis dalam format atau template yang terstruktur, yang bisa menghasilkan beberapa data terstruktur untuk interaksi dengan algoritma sistem pendukung keputusan klinis. Semua hasil pemeriksaan laboratorium tersedia secara elektronik dan disimpan dalam bentuk yang terstruktur sehingga memungkinkan digunakan dalam sistem pendukung keputusan klinis. Output dari sistem informasi tersedia untuk berbagai pelaporan kepada pihak external seperti registrasi imunisasi, laporan morbiditas dan data lainnya dalam bentuk digital.
  • Tingkat adopsi RME 5: Sistem informasi layanan primer menyediakan portal pasien atau melalui pusat data (centralized), yang memungkinkan pasien untuk melihat hasil pemeriksaan atau pelayanan yang telah dilakukan. Melalui portal ini, pasien dapat menerima materi pendidikan dan promosi kesehatan, berinteraksi dengan penyedia layanan kesehatan, memperbarui informasi pribadi (data sosio-demografis, riwayat alergi, dan menjadwalkan atau meminta janji temu dengan penyedia layanan kesehatan). Pada stage ini harus ada bukti bahwa penyedia layanan memiliki aktivitas untuk meningkatkan keterlibatan pasien dalam pelayanan kesehatan (patient center) dan peningkatan upaya promosi kesehatan bagi masyarakat dengan memanfaatkan portal pasien yang tersedia.
  • Tingkat adopsi RME 6: Sistem pendukung keputusan klinis tingkat lanjut seperti panduan klinis (clinical pathway), reminder, notifikasi, alerts, yang berkaitan dengan status kesehatan dan perawatan pasien dalam rangka pencegahan sekunder atau sekunder.  Fungsi pendukung keputusan klinis dapat didemonstrasikan output yang berdampak pada keamanan dan keselamatan pasien. Sistem informasi pada layanan primer dapat dibuktikan mampu meningkatkan keterlibatan pasien (patient center care), dimana indikator status kesehatan pada pasien yang dilayani dapat dipantau. Tersedia beberapa perangkat medis yang dioperasikan di titik perawatan pasien yang langsung terhubung dengan sistem informasi layanan primer.
  • Tingkat adopsi RME 7: Layanan primer tidak lagi menggunakan kertas. Rekam medis elektronik digunakan secara rutin yang memfasilitasi pencatatan data terstruktur dan data tidak terstruktur (gambar digital). Sudah tersedia fungsi analitik, sistem pendukung keputusan klinis dan tersedia perangkat medis yang dapat terhubung dengan rekam medis elektronik (data gambar dan hasil tes dll). Layanan primer secara aktif berpartisipasi dalam pertukaran data elektronik dengan sistem lain. Sistem informasi yang digunakan pada layanan primer sudah memiliki SOP business continuity plan (BCP) dan melakukan pengujian keamanan sistem elektronik secara rutin. Tata kelola sistem informasi yang solid dan dapat dibuktikan mampu memecahkan masalah dan beradaptasi dengan perubahan yang diperlukan, memiliki fungsi analitik untuk kepentingan manajemen dan pelayanan medis dan terbukti mampu mendukung peningkatan mutu pelayanan pasien secara individu dan mendukung peningkatan status kesehatan masyarakat yang melibatkan pasien.

Penilaian ini kemudian menetapkan 2 subyek yakni nasional hingga Dinas Kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan. Berikut penjelasannya. 

  • Makro: Penilaian DMI pada tingkat makro berfokus pada dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Aktor utama dalam penilaian ini adalah pimpinan dan staf dinas kesehatan yang bertanggung jawab atas perencanaan, implementasi, dan pengelolaan teknologi digital di tingkat wilayah.
  • Penilaian DMI pada tingkat mikro berfokus pada fasyankes, seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik. Aktor utama dalam penilaian ini adalah pimpinan dan staf fasyankes yang bertanggung jawab atas penggunaan teknologi digital dalam pelayanan kesehatan.

DMI merupakan alat yang penting untuk mengukur dan meningkatkan kematangan digital di sektor kesehatan Indonesia. Dengan memahami indikator penilaian DMI, dinas kesehatan dan fasyankes dapat mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan dan mengembangkan strategi yang tepat untuk mencapai tingkat kematangan digital yang lebih tinggi.